Kaidah Riba dan Gharar

Bersama : Ustadz Dr. Oni Sahroni, MA

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi beserta dunia dan seisinya, dan Dia jugalah yang mengatur segala sesuatu dibumi ini dengan  menurunkan sebuah pedoman yaitu Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia yang beriman. Diantara petunjuk tersebut Allah mengatur antara hak dan yang bathil agar manusia selalu terjaga dalam ridho-Nya dan dijauhkan dari sifat-sifat tercela.

1. Ragam Riba
Ada 2 macam jenis riba : Riba Qardh dan Riba Al Buyu’. Riba Al Buyu’ mencakup Riba Al- Fadhl dan Riba Nasi’ah.

Menurut ahli tafsir, lafadz riba ada di dalam ayat Al Qur’an yaitu riba jahilliyyah/nasa’ yang merupakan riba dalam pinjaman, sedangkan lafadz riba dalam hadist yaitu riba al buyu’ yang mencakup riba al fadhl dan riba nasi’ah yang merupakan riba dalam jual beli.

2. Ragam Riba dalam Jual Beli
Riba yang timbul karena barang yang ditukarkan memiliki kualitas dan kuantitas yang berbeda serta waktu penyerahannya.

Jual beli yang mengandung gharar, yaitu ketidak adilan bagi kedua belah pihak akan nilai masing-masing barang yang diperjualbelikan.

Hadist menjelaskan, “Apabila dilakukan pertukaran emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, dan kurma dengan kurma, syaratnya adalah secara tunai dan harus sama, jika tidak maka itu termasuk riba” (HR.Muslim No. 1584)

Ulama berpendapat dalam hadist ini bahwa Rasulullah mengkiaskan bukan hanya emas, perak ataupun makanan yang bisa dikenakan riba,  akan tetapi seperti mata uang dan barang yang bukan makanan yang sifatnya diperjualbelikan atau pinjam meminjam juga bisa dikenakan riba apabila syaratnya tidak dipenuhi.

Jika ada pertukaran (jual beli) barang antara satu jenis barang ribawi maka harus tunai dan sama, jika tidak dinamakan riba fadhl.

 Jika ada pertukaran (pinjaman) barang antara satu jenis barang ribawi maka harus tunai dan sama, jika tidak dsebut riba nasi’ah.

Contoh:
➡Jika ada pertukaran mata uang yg sama, maka syaratnya yang ditukarkan harus sama dan tunai.
➡Jika mata uangnya berbeda maka syaratnya tunai saja.

Praktik riba jual beli dalam bisnis kontemporer

Yang tidak termasuk riba contohnya, pengiriman uang berbeda bank, uang hanya dapat diambil dalam jangka waktu tiga hari, hal tersebut tidak termasuk riba karena sebenarnya uang tersebut telah masuk ke rekening si penerima hanya saja uang dapat diambil tiga hari kemudian.

3. Riba dalam pinjaman (Riba Qardh)

Substansi Riba Qardh
Riba yang terjadi pada transaksi utang piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama resiko (al- ghunmu bil ghurmi).

Transaksi yang mengandung pertukaran kewajiban

(Dosa riba adalah setara dengan berzina dan membunuh)

Keuntungan yang memberikan manfaat pada kreditur adalah termasuk riba, seperti bunga dsb.

Syaratnya sesuatu transaksi menjadi riba :
➡Apabila disyaratkan, seperti : adanya jasa yang tidak semestinya yang harus dibayarkan.
➡Adanya tradisi dimasyarakat seperti adanya bunga pinjaman atau jumlah admisnitrasi yang ditargetkan yang dinilai tidak lazim, dll.
Apabila tidak disyaratkan, hal tersebut menjadi pahala.

Praktik riba qardh dalam bisnis kontemporer dan alternatif halal

Contohnya:
Ada transaksi pinjaman pada sebuah bank dan bank tersebut mengenakan bunga pada setiap jumlah pinjaman yang diberikan.

Alternatif halal :
– Pinjaman tanpa bunga
– Akad hasil keuntungan bagi hasil diatur sesuai kesepakatan

4. Kaidah Gharar
Mengandung unsur ketidakpastian (penipuan),
kualitas dan kuantitas barang tidak sesuai dengan yang dijanjikan, harga tidak sesuai dengan kualitas/kuantitas barang dan waktu penyerahannya berbeda.

Contoh :
Menyembunyikan kecacatan barang, berbentuk asuransi yang tidak pasti, diiming-imingi bonus pada waktu yang akan datang akan tetapi tidak pasti kapan akan diterima.
Praktik ini merugikan orang-orang dan menimbulkan kecurigaan.

Gharar Haram apabila :
➡Terjadi dalam transaksi bisnis, apabila terjadi di sosial hal tersebut masih ditolerir.
Contoh: asuransi yang sifatnya tidak pasti.

➡Kategori gharar berat
Gharar yang sifatnya bisa dihindarkan.
Contoh:  Membeli suatu barang, apabila sudah membukanya harus dibeli. Jika tidak, tidak dapat dibeli.

Sedangkan gharar ringan tidak termasuk dalam riba, yaitu lafadznya gharar yasir, sifatnya tidak bisa dihindarkan dan sudah lazim dimasyarakat. Contohnya makan disebuah rumah makan akan tetapi dibayar setelah selesai makan.

➡Gharar yang terjadi pada obyek akad
Contoh: Membeli sebuah mobil, dengan syarat harus membeli beberapa produk dari mobil tersebut.

➡Tidak ada unsur darurat atau kebutuhan syar’i.
Contoh: Menjadi anggota perusahaan konvensional, jika masih ada pilihan yg halal.

5. Praktik bisnis kontemporer dan Alternatif yg halal.

Asuransi kontemporer tidak dibolehkan karena ada gharar maka dibuat akad terbaru sebagai alternatif.

Tanya jawab :

Pertanyaan Sesi 1
1. a) Apakah ada siatuasi darurat yang memungkinkan hal tersebut menjadi tidak riba ?

b) Apa hukum gharar ringan ?

c) Perbedaan barang ribawi sama non riba ?

2. a) Banyak asuransi manapun dan juga syari’ah tidak mau menerima calon anggota yang setelah diperiksa hasil pemeriksaan tersebut menyatakan calon anggota menderita penyakit bawaan, dll, bagaimana tanggapan Ustadz ?

b) Apakah hal ini termasuk gharar, apabila sudah ada calon pembeli buah dari batang yang belum berbuah? Andaikan buahnya akan lebat tetapi harga yang diberikan tidak sesuai pada si penjual ?

3. Suatu lembaga memiliki keinginan untuk membantu seseorang, akan tetapi hal tersebut tidak dapat dilakukan karena menimbang beberapa pandangan,  Bagaimana solusinya, apabila kasusnya:

a) Menerapkan sistem pinjam uang dengan mengangsur 10 x angsuran serta berinfak ?

b) Jika ada peminjaman uang untuk melunasi hutang di bank, bagaimana syari’ahnya ?

c) Meminjamkan dana talangan haji dan umroh untuk jual beli bagi mereka yang kurang mampu  dengan syarat dua kali angsuran, bagaimana syari’ahnya ?

Jawaban:

1. a) Darurat itu ada rambu-rambunya, yang dibolehkan, ada 3 syarat :
– Tidak ada alternatif lain yang halal (hukumnya mubah)
– Hajatnya terkait kebutuhan primer dan sekunder
– Hanya dibolehkan untuk memenuhi kebutuhan diwaktu itu  saja, jika sudah dipenuhi ia kembali bersifat haram.

 Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah:173

“Seseorang boleh makan bangkai untuk menyambung hidupnya jika tidak ada lagi yang halal”

b) Gharar ringan ketidakpastian yang tidak bisa dihindari, seperti makan dulu baru bayar, naik taxi yg memiliki argo yaitu upah yang tidak diketahui diawal. (Hukum gharar-nya ditolerir, disebut gharar yasiir)

c) Barang ribawi yaitu kelompok mata uang dan makanan, selain tersebut adalah non riba.

2. a) Boleh dan tidak boleh :
Hal tersebut termasuk dalam rukun fiqih, sama hal nya dengan sholat yang memenuhi rukun dan syarat sah. Suatu perusahaan biasany memiliki hitungan tersendiri dengan keadaan keuangannya, sehingga mereka tidak ingin mengambil risiko yang terlalu berat.

b) Jual beli buah yang belum terlihat tersebut termasuk gharar, karena uang yang diberikan belum pasti sesuai dengan buah yang akan diterima, sehingga ini tidak diperbolehkan.

3. Panduan akad BMT se-indonesia sudah ada sejak tahun lalu.
Didalam fiqih ada beragam pendapat, sedangkan fatwa adalah satu pendapat yang dipilih untuk menyelesaikan situasi masalah di suatu tempat.

a) Traksaksi simpan pinjam tidak boleh lebih/dikenakan bunga kecuali adanya administrasi, akan tetapi administrasi ini juga harus sesuai/lazim. Jika pun ada infak yang diberikan, dipastikan ada buktinya tidak masuk kedalam kas koperasi.

b) Jika terlambat dalam mengembalikan pinjaman, disyari’ah dikenakan sanksi dan denda, seperti dendanya yaitu cost yang harus dibayar oleh pendenda.

Dalam syari’ah akadnya paralel, yaitu simpan pinjam dan sewa.

– Simpan pinjam : diberikan uang muka, nanti dipinjamkan oleh bank atau koperasi sesuai dengan kekurangan.

– Sewa : ada fee untuk bank karena telah membantu mengurus hutang-piutang, ini diperbolehkan dan bank dibayar berdasarkan besaran kerja yang dilakukan.

c) Syari’ahnya boleh saja dipinjamkan, akan tetapi sama saja pengembalian uang harus sama nilainya, dan tidak mengandung unsur penambahan & penetapan bunga pada setiap pinjaman.

Pertanyaan Sesi 2
4. a) Nabi melarang dua akad dalam satu transaksi, bagaimana pendapat ini ?

b) Bank syariah tidak mengelola dananya sendiri, ada pihak lain yang mengelola, apakah diperbolehkan ?

5. Seandainya diberikan uang sedekah untuk setiap pengembalian pinjaman, maka apakah diperbolehkan?

6. a) Bagaimana hukum jual beli secara online ?

b) Ada sebagian pembeli yang merasakan tidak puas karena kualitas dan kuantitas barang yang sebelumnya sudah dijelaskan akan tetapi menurutnya tidak sesuai dengan nilai barang tersebut, apakah itu termasuk gharar ?

c) Apakah diperbolehkan jika mengambil untung 25% – 35% dari harga?

d) Apakah bisnis MLM termasuk riba? Ada yang mengaku bisnis islami akan tetapi sistem bisnisnya dinilai seperti MLM.

Jawaban :

4. a) Jika ada beberapa pendapat yang berbeda, maka diambil dalil yg memudahkan.

Sabda  Rasulullah
” jika ada dua pilihan, pilihlah diantara salah satu pilihan tersebut yang memudahkan selama disana kita tidak berbuat dosa”.

b) Bank syari’ah bukan model, secara konsep sudah syari’ah, jadi semuanya sudah diatur secara syari’ah.

Apabila ada, jika unsur didalamnya sesuai dengan konsep syari’ah tidak apa-apa, akan tetapi terkadang ada penyimpangan yang ditemui, seperti adanya unsur fiktif yaitu menganggarkan uang untuk pembelian barang yang sementara belum dibeli.

5. Diperbolehkan jika benar-benar bukti sedekah tersebut diterima oleh golongan mustahik saja (orang-orang yang berkriteria membutuhkan).

6. a) Perdagangan online sudah sejak lama diperbolehkan oleh para fatwa, jika hal tersebut lazim dan ghararnya ringan.

b) Ada ijab qobulnya dan terbukti jelas, lalu si pembeli ridho atau dalam keadaan tidak terpaksa, hal ini diperbolehkan.
Dan apabila tidak tertulis, akan tetapi si pembeli merasa tidak terpaksa maka ini juga tidak apa-apa.

c) Tidak ada batasan untuk menetapkan harga, dahulu pada zaman Rasulullah hal ini juga terjadi dan Rasulullah tetap membiarkan dengan syarat pemasarannya sehat sesuai dengan kualitas dan kuantitas barang.

Jika kita sebagai pemasar barang, maka yang memberi upah adalah pemilik barang, jadi kita mendapat untung atau dibayar oleh pemilik barang yang dipasarkan.

d) Syarat MLM yang baik adalah memiliki berbagai surat izin diantaranya : SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan), APLI, sudah diakui oleh Dewan Syari’at Nasional, dsb.

MLM memang membutuhkan member, karena bonus yang dibayarkan di awal berasal dari dana registrasi member-member baru, setelah itu baru diambil dari dana promosi dan distribusi, jika tidak ada member baru maka perusahaan tidak bisa berjalan dan bertahan.

Wallahu a’lam bishshawab

Back to top button